Hukuman berat menanti Irjen Ferdy Sambo, tersangka kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Setidaknya, demikian ancaman pasal-pasal yang disangkakan ke mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu.
Terkait kasus pembunuhan berencana, Sambo dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Tak hanya diduga menjadi otak pembunuhan, Sambo juga menjadi tersangka obstruction of justice atau tindakan menghalangi penyidikan kasus kematian Yosua.
Dalam perkara ini, dia dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara.
Sambo juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.
Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri hingga kini masih memproses berkas perkara Sambo dan para tersangka lainnya.
Setelah lengkap, berkas perkara tersebut akan dilimpahkan ke Kejaksaan Agung untuk selanjutnya dibawa ke meja hijau.
Lantas, akankah perbuatan Ferdy Sambo nantinya diganjar hukuman maksimal?
Hukuman mati
Mayoritas masyarakat setuju jika Ferdy Sambo dihukum mati. Ini tergambar dari hasil survei sejumlah lembaga terkait kasus kematian Brigadir J.
Hasil survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis 26 Agustus 2022 misalnya, menunjukkan bahwa 76 responden setuju jika Sambo dihukum mati.
Para responden percaya bahwa perwira tinggi polisi itu adalah dalang di balik tewasnya Brigadir J. Selain itu, publik menginginkan Sambo dihukum mati karena ia sempat merekayasa kematian Yosua.
Sementara, menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dirilis 31 Agustus 2022, sebanyak 50,3 persen responden menilai Sambo pantas dihukum mati.
Kemudian, 36,8 persen menyatakan Sambo layak dipenjara seumur hidup, dan 5 persen responden menginginkannya dipenjara 20 tahun.
Dalam survei ini, 79,8 persen responden cukup atau sangat percaya bahwa Sambo adalah dalang pembunuhan Brigadir J.
Terbaru, Lembaga Survei Nasional (LSN) dalam rilis surveinya 5 September 2022 menyebutkan, 53,4 persen responden setuju jika Sambo dihukum mati.
Lalu, 22,5 persen mengharapkan Sambo dipenjara seumur hidup, dan 10,2 persen responden ingin dia dipenjara maksimal 20 tahun.
Dari tiga survei ini, terlihat bahwa sebagian publik ingin Sambo dijatuhi hukuman mati, selanjutnya penjara seumur hidup, dan paling sedikit kurungan 20 tahun.
Dua kali lebih berat
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pun setuju jika Ferdy Sambo dihukum seberat-beratnya.
Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga mengibaratkan Sambo sebagai petinggi adat yang mengerti hukum adat. Namun, petinggi tersebut justru melanggar adat yang mereka pahami.
Oleh karenanya, layak jika petinggi adat itu dihukum berat, dua kali lipat ketimbang warga biasa.
"Petinggi polri adalah orang yang seharusnya paham hukum. Kalau dalam masyarakat adat, kepala adat melanggar adat sanksinya dua kali daripada warga biasa," kata Sandrayati dalam acara Aiman Kompas TV, Selasa (13/9/2022).
"Jadi kalau seorang petinggi Polri melakukan langkah-langkah yang jelas-jelas bertentangan dengan hukum (harusnya hukumannya lebih tinggi dari warga sipil)," sambung dia.
Hukuman berat bagi Ferdy Sambo bukan tanpa alasan. Hasil penyelidikan Komnas HAM menyebutkan, Sambo melakukan pembunuhan atau penghilangan nyawa manusia di luar proses hukum atau extrajudicial killing.
Kedua, Sambo berupaya menghalang-halangi proses hukum dengan merusak atau menghilangkan barang bukti, mengubah tempat kejadian perkara (TKP) atau tindakan obstruction of justice.
"Itu tindakan-tindakan pidana yang sebenarnya cukup luar biasa yang apa pun alasannya tidak bisa dibenarkan, dan hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi, apalagi ini dilakukan oleh seorang petinggi Polri," ujar Sandrayari.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga sempat menyatakan hal serupa. Taufan bilang, dua kesimpulan Komnas HAM dalam kasus kematian Brigadir J seharusnya cukup menjerat Sambo dengan hukuman tertinggi yang disangkakan penyidik.
"Kami berharap melalui prinsip-prinsip fair trial, majelis hakim bisa memberikan hukuman seberat-beratnya dan setimpal pada (Ferdy Sambo) apa yang dilakukan sebagai tindak pidana," kata Taufan, Senin (12/9/2022).
Minimal 20 tahun
Terkait ini, Penasihat Ahli Kapolri bidang Keamanan dan Politik Muradi memprediksi, Sambo bakal dihukum minimal 20 tahun penjara.
Namun, menurutnya, tak menutup kemungkinan jenderal bintang dua Polri itu dihukum seumur hidup atau hukuman mati karena jeratan pasal berlapis.
"Dilihat dari pelaku utama, katakanlah Sambo dan empat orang ini itu kan memang arahnya paling sedikit akan 20 tahun penjara," kata Muradi dalam program Back To BDM dikutip dari Kompas.id, Kamis (15/9/2022).
Melihat perkembangan pengusutan kasus, Muradi optimistis para tersangka pembunuhan berencana Brigadir J akan dijatuhi hukuman maksimal.
Namun, menurut dia, masih ada upaya perlawanan dari Sambo yang mengaku bahwa dirinya tak ikut menembak Brigadir J.
Sebab, menurut keterangan Richard Eliezer atau Bharada E, Sambo ikut melepaskan peluru setelah Brigadir J tersungkur bersimbah darah.
"Kalau saya implisit menangkapnya masih ada upaya perlawanan untuk mengatakan saya tidak melakukan itu (penembakan)," ujar Muradi.
Muradi mengatakan, Polri telah mengantongi sejumlah barang bukti dalam kasus ini. Polisi tinggal melakukan pencocokan dengan keterangan para saksi.
Dia pun mengajak masyarakat tetap mengawal kasus ini hingga hukuman terhadap Sambo dan para tersangka lainnya dijatuhkan.
Jangan sampai publik gentar karena menaruh simpati pada anak-anak Sambo, juga isu kekerasan seksual yang diklaim istri Sambo, Putri Candrawathi.
"Publik tetap harus mengawal. Kalau tidak, ini 'masuk angin'," ujar Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran itu.
Dalang pembunuhan
Sebagaimana diketahui, Sambo telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sejak 9 Agustus 2022.
Pihak kepolisian sebelumnya menyatakan bahwa tak ada insiden baku tembak antara Bharada E dengan Brigadir J di rumah Ferdy Sambo sebagaimana narasi yang beredar di awal.
Peristiwa sebenarnya, Sambo memerintahkan Eliezer untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumah supaya seolah terjadi tembak-menembak.
"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak, Saudara FS (Ferdy Sambo) melakukan penembakan dengan senjata milik senjata J (Yosua) ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," kata Kapolri Listyo Sigit Prabowo dalam konferensi pers, Selasa (9/8/2022).
Sejumlah hal masih menjadi tanda tanya dalam kasus ini. Misalnya, apakah Sambo ikut menembak Brigadir J atau tidak.
Lalu, apakah benar terjadi kekerasan seksual sehari sebelum peristiwa penembakan sebagaimana diklaim Putri Candrawathi.
Selain Sambo, polisi juga menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan berencana yakni Putri Candrawathi, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.
Selain itu, tujuh polisi ditetapkan sebagai tersangka obstruction of justice atau dugaan menghalangi penyidikan, salah satunya Ferdy Sambo.
Lalu, enam tersangka perkara obstruction of justice lainnya yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Kemudian, ada 34 polisi yang dicopot dari jabatannya dan dimutasi ke Pelayanan Markas Polri. Mereka diduga melanggar kode etik karena tidak profesional menangani kasus kematian Brigadir J.
Beberapa dari mereka sudah dipecat dari Polri yaitu Ferdy Sambo, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, Kombes Agus Nurpatria, dan AKBP Jerry Raymond Siagian.