Tumpukan Duit Rp 12 M dan Tas Mewah Barang Bukti Kasus Pajak di Jogja
Kanwil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengungkap pelanggaran pidana pajak yang menyebabkan negara rugi puluhan miliar. Dalam kasus ini, ditetapkan dua tersangka yakni HP dan perusahaan PT PJM.
Plt Kepala Kanwil DJP DIY Slamet Sutantyo mengatakan kedua tersangka melakukan pelanggaran pidana dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
"Pelanggaran pidana yang dilakukan oleh tersangka PT PJM dalam masa pajak Oktober 2016 sampai dengan Desember 2017. Pelanggaran pidana yang dilakukan tersangka HP dalam masa pajak Januari sampai dengan September 2016," kata Slamet dalam jumpa pers di kantor Kanwil DJP DIY, Jalan Padjajaran, Sleman, Kamis (22/9/2022).
Pelanggaran pidana yang dilakukan oleh tersangka HP mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 50.526.419.576. Sedangkan pelanggaran pidana yang dilakukan oleh tersangka PT PJM menimbulkan kerugian negara Rp 46.782.765.918.
"Keberhasilan pelaksanaan penegakan hukum ini didukung dengan penerapan forensic digital dalam pengumpulan data," ujarnya.
Adapun aset tersangka HP yang disita dan diblokir yakni uang tunai senilai Rp 13.089.000, sejumlah perhiasan, tanah dan bangunan dengan nilai mencapai Rp 45.016.302.000. Kemudian sembilan jam tangan mewah, 32 tas mewah, dan sepeda motor dengan nilai Rp 40.018.000.
Sementara dari tersangka PT PJM berupa uang tunai senilai Rp 12.006.183.854, perhiasan, tanah dan bangunan dengan nilai Rp 30.772.304.000, mobil dengan nilai Rp 358.203.000.
"Aset kedua tersangka disita dan diblokir dalam rangka untuk pemulihan kerugian pendapatan negara," jelasnya.
Ia melanjutkan, berkas perkara kasus ini oleh Kejaksaan Tinggi DIY sudah dinyatakan lengkap atau P21.
"Pada tanggal 13 September 2022 Kepala Kejati DIY telah menerbitkan pemberitahuan, bahwa hasil penyelidikan sudah lengkap atau P21," urainya.
Adapun kedua tersangka yaitu HP dan PT PJM disangkakan dengan Pasal 39 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yaitu dengan sengaja menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.
"Pengenaan tersangka pada PT PJM ini merupakan hasil penyidikan pidana pajak dengan tersangka korporasi yang pertama kali dilakukan oleh PPNS Kanwil DJP di luar Kanwil DJP yang ada di Jakarta," urainya.
Di sisi lain, Slamet mengatakan, penegakan hukum yang dilakukan oleh Kanwil DJP DIY merupakan upaya terakhir dalam peningkatan kepatuhan wajib pajak terhadap peraturan perpajakan.
"Pembinaan kepada wajib pajak yang dilakukan oleh DJP yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dilaksanakan mulai dari tingkat Kantor Pelayanan dan Penyuluhan Pajak (KP2KP), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Wilayah (Kanwil) hingga Kantor Pusat," pungkasnya.